Jumat, 04 April 2014

Sahabatku dengarkan metafora puisi ini

sekerat akar mampu kuhulur padamu.
di saat kau terkapai dalam kelemasan, di arus hidup yang tinggal sejengkal.
katamu kau bias berenang kesana.
engkaulah taman tanpa sangsi dan curiga.
setelah aku mendengar lirih ratapmu, harumnya sekuntum melati diembun pagi.
sewaktu kita melewati sebidang Tanah perkebunan persahabatan,
tersasar aku dalam mentafsir aksara jujur dan ketulusan yang terpamer diwajahmu.
terlalu naif untuk aku pahami metafora puisi, dusta dan personifikasi.
sukarnya untuk membuktikan kebenaran yang berpihak padaku,
sadarkan aku arti senyuman ada dendam yang tak pernah padam.
pada lirih matamu ada pedang tajam merajam.
terima kasih atas pengalaman ini,
mengajarkanku kembali mengenal diri.
dengarkan metafora puisi dusta.
hilanglah persahabatan.

ketahuilah sobat, siapalah aku tanpa kalian?
hanya insan alpha.
aku perluka kalian sebagai cermin yang menunjukan cact celanya diriku.
ketahuilah juga, aku insan biasa yang seringkali perlukan nasehat dan teguran kalian.
buruk-baiknya diriku terimalah seadanya wahai sobat.
jangan dicaci, dihina...
karena aku punya hati dan perasaan,
tempatnya sidurjana membakar amarah.
pintaku sobat, janganlah dada ini dipenuhi dendam kesumat
yang akan merusak memecah belah ikatan ini.






























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar